pengaruh panca pusat pendidikan Islam terhadap kesehatan mental
MAKALAH
PENGARUH PANCA PUSAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KESEHATAN
MENTAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah : Psikologi Agama
Dosen Pengampu: Abdul Mu’in
Disusun Oleh :
1.
MUHAMMAD FAIQUL HIMAM (2022112049)
2.
ZAINUL ANWAR
(2022112072)
3.
MUHAMMAD A’THOILLAH
(2022112073)
KELAS PBA B
JURUSAN TARBIYAH PBA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
STAIN PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Sigmund Freud, penyakit mental disebabkan oleh gejala
tekanan yang berada pada ketidaksadaran jiwa manusia. Sejak awal-awal abad
kesembilan belas, boleh dikatakan para ahli dokter mulai menyadari akan adanya
hubungan penyakit dengan kondisi psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan
manusia dapat menderita gangguan fisik yang dapat menyebabkan gangguan mental
(Somapsikotis)dan sebaliknya ganguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik
(Psikosomatik). Antara factor mental yang didefinisikan sebagai potensal dan
menimbulkan gejala tersebut adalah keyakinan agama.
Untuk mengatasi penyakit mental diperlukan manejemen hati atau
mental yang baik, sehingga dapat
membentuk kesehatan mental yang berimbas pada kesehatan secara fisik individu
tersebut.
Agama dapat memberikan dampak yang cukup berarti dalam kehidupan
manusia, termasuk terhadap kesehatan. Bahkan menurut Mc Guire, agama sebagai
sistem nilai barpengaruh dalam kehidupan masyarakat modern dan berperan dalam
membuat perubahan sosial.
Dalam makalah ini, penulis mencoba menjelaskan secara sederhana mengenai
pengaruh agama terhadap kesehatan mental.
Rumusan masalah:
1.
Mengetahui
Pengertian Kesehatan Mental
2.
Mengetahui
Karakteristik Mental Yang Sehat
3.
Pengaruh
Agama Terhadap Kesehatan Mental
BAB II
PEMBAHASAN
Pengaruh Pendidikan
Agama Terhadap Kesehatan Mental
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Secara etimologi, mental berasal dari bahasa latin, yaitu mens atau
mentis yang artinya roh, jiwa, atau nyawa. Dalam bahasa Yunani terkandung dalam
kata hygiene yang artinya ilmu kesehatan. Ada yang berpendapat bahwa kesehatan
mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan.
1.
Menurut
Dr. Jalaludin
Dalam bukunya Psikologi Agama bahwa:
kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa bberada dalam
keadaan tenang, aman dan tentram.
2.
Menurut
paham ilmu kedokteran
Kesehatan mental merupakan kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain.
3.
Menurut
Zakiah Daradjat
Mental yang sehat adalah terwujudnya
keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diriantara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya
berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup
bermakna dan bahagia dunia dan akhirat.
Dari beberapa devinisi yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam
fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahn
sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya.
Dalam gangguan mental yang tdak
sehat, maka diperlukan suatu pembinaan mental secara keseluruhan. Pembinaan
mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki
pribadi yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan berasusila agar dapat
terhindar dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap kenakalan
remaja.[1]
Pembentukan sikap, pembinaan moral
dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak
mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang
terpuji, yang dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun
perlakuan yang diterimanya. Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan pertama
dalam misi islam. Untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, islam telah
mengajarkan bahwa pembinaan mental harus lebih diutamakan daripada pembinaan
fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang
baik yang nantinya akan melahirkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia lahhir dan batin.
Dalam buku lainnya yang berjudul
Islam dan Kesehatan Mental, Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental
adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaaan, mampu
menyesuaikan diri, sanggup mengatasi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa(tidak ada
konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga , berguna dan bahagia, serta dapat
menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah
terganggu oleh stressor (penyebab terjadinya stres). Orang yang sehat akan
mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang pada dirinya sendiri dan
lingkungannya. Noto Soedirdjo 1980 menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang
mempunyai kesehatan mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari
tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya
Solusi terbaik untuk dapat mengatasi
masalah kesehatan-kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama
dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan
kemampuan orang tersebut penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu
mengembangkan potensi yang ada dalam diri semaksimal mungkin untuk menggapai
ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik
kecerdasan spiritual, emosi, maupun kecerdasan intelektual.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan
karena pada dasarnya hidup adalah proses penyesuaian diri terhadap seluruh
aspek kehidupan. Orang yang tidak tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya
akan gagal dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama,
bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain, dan selalu berinteraksi. Hal
ini sesuai dengan konsep sosiologi modern yaitu manusia sebagai zoon poiticon.[2]
B.
Manusia
dan Agama
Psikologi agama merupakan salah satu
bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peranan agama dalam
kehidupan kejiwaan manusia.
Dalam bukunya, Sigmund Freud, yang
dikenal sebagai pengembang psikonalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama
menurut freud tampak dalam perilaku manusia sebagai simbolisasi dari benci kedalam
bentuk rasa takut kepada tuhan. Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia.
Lain halnya dengan penganut Behaviorisme, walaupun dalam pembahasanya,
salah seorang tokoh behaviorisme tidak
menyinggung perilaku keagamaan secara khusus, namun tampaknya sama sekali tak
dapat menghindarkan diri dari keterkaitanya kepada kenyataan bahwa agama
memiliki institusidalam kehidupan masyarakat.
Sejalan dengan prinsip teorinya,
bahwa behaviorisme memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya
rangsangan dari luar dirinya. Memang aliran behaviorisme melihat perilaku
manusia bekerja asas mekanistik yang bersifat serba dan diarahkan menurut
situasi yang diberikan kepada manusia.
Menurut Abraham Maslow, salah
seorang pemuka psikologi humanistik yang berusaha memahami segi esoterik
(rohani) manusia. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia memiliki kebutuhan
yang baertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Pertama,
kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup makan, minum, dsb. Kedua,
kebutuhan akan rasa aman yang mendorong orang untuk bebas dari takut dan
cemas. Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang. Manusia membutuhkan
saling perhatian dan keintiman dalam pergaulan hidup. Keempat, kebutuhan
akan harga diri, kebutuhan ini dimanifestasikan manusia dalam bentuk
aktualisasi diri.[3]
C.
Karakteristik
Mental Yang Sehat.
1.
Terhindar
dari gangguan jiwa
Zakiyah
Daradjat mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit
jiwa (psikose) yaitu: Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya,
seangkan psikose tidak. Neurose kepribadiannya tidak jauh darii realitas dan
masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. Sedaangkan yang kena psikose
kepribadiannya dari segala segi (tanggapan perasaan, dan dorongan-dorongan) sangat
terganggu, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan
2.
Dapat
menyesuaikan diri (self adjustment)
Yaitu
merupakan proses untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan, dan mengatasi stres,
konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dan cara-cara tertentu. Seseorang
dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri
sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
3.
Memanfaatkan
potensi semaksimal mungkin
Individu
yang sehat adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya dalam
kegiatan yang positif bagi pengembangan kualitas dirinya. Pemanfaatan itu
seperii dalam kegiatan-kegiatan belajar (di rumah, di sekolah, atau di
lingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembagan hobi, dan
berolahraga.
4.
Tercapai
kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang
yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya
dan orang lain. Dia mempunyai prinsip bahwa dia tidak akan mengorbankan hak
orang lain demi kepentingan pribadinya
D.
Agama
dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental
Kesehatan mental (mental hygiene)
adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip peraturan-peraturan,
dan prosedur-prosedur untuk empertinggi kesehatan ruhani. Dalam ilmu kedokteran
dikenal istilah psikosomatik (kejiwabadanan), dimaksudkan dengan istilah
tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa
dan badan. Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya antara agama
sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri
seseorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Sikap pasrah yang serupa
itu akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan
positif, seperi rasa bahagia, rasa senang, rasa puas, sukses, merasa dicintai,
atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada
kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan
rohaninya.
Agaknya cukup logis jika setiap
ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara
rutin.Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan berpengaruh dalam
menanakan keluhuran budi yang pada puncaknyaakan menimbulkan rasa sukses
sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah yang setidaknya akan memberi
rasa bahwa hidup lebih bermakna.
Comments
Post a Comment